Sabtu, 01 Juni 2013

Tujuan, Bukan Persinggahan



Baru beberapa hari sejak peristiwa ‘akbar’ itu berlalu. Masih segar dalam ingatanku tentu saja, detik detik paling mendebarkan selama lebih kurang 17 tahun aku hidup; pengumuman SNMPTN. Sebuah kebahagiaan dan kebanggaan sekaligus kekecewaan yang menghantarkan kita pada masa lalu. Saat itu aku begitu terkejut sekaligus bahagia dan haru mengetahui aku lolos dalam satu tahapan baru menuju jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Tentu saja saat itu aku bukan satu satunya yang terkejut. Kamu pun merasakan hal yang sama. Bukan terkejut dan merasa bahagia tapi lebih kepada merasa kecewa karena dewi fortuna belum berpihak padamu. Lalu aku dengan perlahan tapi pasti menyemangati kamu untuk terus berjuang. Seperti janjiku sebelumnya; ”Jika kita ditakdirkan untuk bertemu lagi, mungkin kita berjodoh. Dan aku tak akan melepaskan kamu; jodohku”. Tak kusangka kamu pun mengatakan sesuatu yang membuat jantungku berdebar. Sungguh, itu adalah momen paling berkesan sekaligus membahagiakan untukku. Semangatmu untuk pergi menyusulku membuat mata hatiku kembali terbuka. Bahwa mungkin kita masih memiliki kesempatan. Ya, mungkin saja.

Aku tidak tahu bagaimana tepatnya. Namun yang kutahu peristiwa peristiwa mengejutkan terjadi berurutan hingga membuat aku sendiri tak memercayainya. Semuanya terjadi begitu cepat hanya dalam hitungan hari. Kita yang setelah sekian lama tak bertegur sapa akhirnya saling menyemangati. Kamu yang kusangka membenciku malah menunjukkan perhatian yang bahkan tak pernah terlintas dalam benakku. Satu peristiwa telah mengubah hampir segalanya di antara kita. Kamu memintaku menunggu, dengan senyum tipis yang kutahu pasti tulus dari hatimu. Kamu tahu? Tanpa meminta pun aku akan menunggumu seperti janjiku dulu.

 

Kamu begitu sulit ditebak. Sepertinya baru kemarin kesalahpahaman di antara kita membuat kita ’terpaksa’ menjauh. Tapi lihatlah sekarang, kamu kembali menjadi sosok paling perhatian dan penyayang seperti awal kedekatan kita dulu. Sungguh aneh, setelah semua kesempatan yang bisa saja menyatukan kita kembali, mengapa harus peristiwa itu yang berhasil? Tapi sudahlah aku tak ingin tahu lebih jauh. Aku sudah cukup senang mendapatkan kembali perhatianmu. Meski aku tak tahu perhatian yang kamu tujukan hanya padaku atau pada yang lain juga.

Sikapmu yang spontan dan begitu tak terduga berhasil membuat kepercayaanku padamu yang dulu sempat hilang muncul lagi, dan perasaan aneh yang dulu selalu menggelitik hatiku kembali terasa. Kamu mulai lebih terbuka tentang perasaanmu. Juga sikapmu yang entah, mungkin hanya perasaanku saja, terasa lebih manis. Kita kembali pada rutinitas kita yang dulu; berkirim pesan singkat. Sederhana memang. Mungkin tak banyak orang yang ingin melakukannya jika bisa bertemu secara langsung. Bertemu dan saling memandang, siapa yang tak menginginkannya? Sayangnya keberuntungan kita hanya sampai memandang dan tersenyum dalam diam. Namun itu saja sudah membuat hatiku bergetar.

Entah sampai kapan rutinitas ini akan terus berlangsung. Mungkin sampai peristiwa ’akbar’ lainnya terjadi. Aku tak tahu, bahkan sesungguhnya aku tak ingin tahu. Karena kedekatan kita ini sudah lebih dari cukup untukku. Aku tak mau mengharap terlalu banyak, apalagi terlalu dalam. Aku cukup trauma dengan peristiwa masa lalu. Aku tak mau jatuh ke dalam lubang yang sama. Untuk itu aku berusaha untuk bersikap sebiasa mungkin padamu, pada keadaan kita yang seperti ini. Namun aku tetap tak bisa membohongi hati kecilku. Aku menginginkan kejujuran, kejelasan, mengenai perasaanmu. Seperti semua perempuan di dunia yang ingin menjadi tujuan bukan persinggahan; aku tak mau hanya sekadar menjadi pelarian atau persinggahanmu, aku ingin menjadi tujuanmu. Jika kamu tak merasa sanggup mengabulkan keinginanku itu lebih baik kamu pergi saja. Sebelum perasaan ini tumbuh terlalu dalam dan terlalu jauh melewati batas imajinasiku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar