Kamu seperti apa? Bagaimana sifatmu, perilakumu, bahkan
perasaanmu, hingga kini aku belum memahaminya.
Kamu begitu
berbeda. Sejak awal aku sudah tahu itu, tapi entah mengapa aku berusaha menepis
pikiran pikiran liar itu. Aku sengaja menghindarimu. Kamu tentu tahu itu. Bukan
karena tak cinta tapi karena aku belum mengerti seperti apa cinta itu. Apakah
perasaan gelisah saat kamu tak menyapaku lewat pesan singkat seperti yang biasa
kamu lakukan dulu setiap malam adalah cinta? Apakah desir desir rindu yang
kurasakan saat kamu tak mengirim kabar adalah cinta? Apakah nyeri yang kurasakan di sekitar ulu hatiku
saat kamu mulai menjauh adalah cinta? Apakah senyum getir yang kuperlihatkan di
depan temanku usai melihatmu bersamanya adalah cinta? Apakah namamu yang
kurapalkan dalam doa yang sarat akan kepasrahan adalah salah satu bentuk cinta?
Aku tak tahu, atau mungkin tak ingin tahu. Entahlah. Aku tak bisa memahami
perasaanku, apalagi perasaanmu.
Hampir setiap
hari kusempatkan waktu untuk mendoakanmu di sela sela teriknya siang dan
dinginnya malam. Jangan tanya mengapa. Aku tak pernah tahu itu. Aku tak
memiliki cukup alasan untuk mengatakannya. Aku tak memiliki cukup keberanian
untuk mengakuinya. Sejujurnya aku tak membutuhkan alasan untuk mendoakanmu
seperti aku tak membutuhkan alasan untuk mencintaimu.