Aku tak tahu sejak kapan kamu mulai memenuhi sisi
terliar otakku. Aku tak tahu sejak kapan kamu mulai mengisi relung hatiku. Aku
tak tahu sejak kapan tulisan tulisan sederhana yang kamu ketik dengan jemari
indah itu selalu kutunggu. Aku tak tahu sejak kapan candaan garing dan tawa
renyah yang kamu lontarkan padaku menjadi candu. Aku tak tahu sejak kapan pesan
pesan singkat yang kamu kirimkan padaku membuatku semangat. Tersenyum mengawali
hari dan tersenyum menuju alam mimpi.
Sejak mengenalmu, entah mengapa aku tak tahu mana
yang benar dan mana yang salah. Semuanya terasa sama. Tanpa
sepengetahuanku, kamu dengan kepolosanmu, dengan kesederhanaanmu, dengan gaya
kekanakanmu, telah membuatku jatuh cinta. Meski hanya di dunia maya, dunia yang
palsu. Aku tak keberatan.
Aku benci ketika melihatmu bercanda dengan gadis
lain. Cemburu ketika kamu lebih mementingkan temanmu daripadaku. Kesal ketika
kamu mengacuhkanku. Marah ketika kamu mulai ikut campur dengan masalah
pribadiku. Senang ketika kamu menggodaku. Bahagia ketika kamu
mengajakku bertemu. Meski itu palsu. Meski aku tahu itu tak nyata. Entah
mengapa hatiku tersenyum seperti aku, pemiliknya, yang tanpa sepengetahuanmu
hatinya telah dimiliki olehmu.
Aku sadar, kita berbeda. Kamu dengan duniamu dan
aku dengan duniaku. Tapi apa aku tak boleh mengagumimu? Apa aku tak boleh
menyukaimu? Apa aku tak boleh menyayangimu? Apa aku tak boleh menggilaimu? Apa
aku tak boleh mencintaimu?
Seseorang di masa laluku memperlakukanku dengan
sangat baik, terlalu baik malah. Sedang kamu seakan tak peduli.
Dia akan bertanya ”kenapa?” ketika aku nampak murung. Dia akan mencoba
menghibur ketika aku nampak sedih. Dia akan menyemangati ketika aku nampak
lesu. Berbeda dengan kamu yang hanya bisa diam.
Aku tahu setiap orang dilahirkan berbeda, unik, apa
adanya seperti kamu. Tapi tak bisakah kamu menunjukkan kepedulianmu sedikit
saja padaku? Aku tak menuntutmu untuk mengumbar kata cinta, karena seingatku
kamu tak pernah melakukannya. Aku juga tak menuntutmu untuk menjadi sosok
pemuda romantis seperti dia. Aku hanya berharap kamu mengerti bahwa aku selalu
merindukanmu di setiap detakan jantungku. Memikirkanmu di setiap hembusan
napasku. Mendoakanmu di setiap denyutan nadiku.
Tak perlu kamu menjadi Romeo, karena aku bukanlah
Juliet. Tak perlu kamu menjadi Aladin, karena aku bukanlah Yasmin. Yang kumau
kamu memperjuangkanku seperti aku yang selalu memperjuangkanmu.
Entah sudah keberapa
kalinya kamu menyakitiku, tapi aku tetap bertahan. Masih setia mendampingimu.
Meski banyak pemuda lain yang tak kalah baiknya darimu. Entah mengapa hatiku,
sel sel otakku memaksaku untuk tetap tinggal. Memaksaku untuk menatap lurus ke
arahmu. Menjaga mataku agar yang terlihat hanya kamu. Menjaga hatiku agar tak
berpaling pada mereka yang lebih menyayangiku.
Terkadang aku marah. Terkadang aku merasa bodoh. Marah karena tahu apa yang kulakukan ini salah. Bodoh karena tahu kamu
mungkin tak kan membalas perasaanku. Tapi seperti itulah cintaku. Cinta yang bodoh. Cinta yang tolol. Karena dengan kebodohanlah kita bisa
bertemu. Karena dengan ketololanlah aku bisa bersamamu. Jika setidaknya aku
lebih pintar, mungkin cerita kita tak pernah ada. Karena jika aku lebih pintar,
aku tak kan menyia nyiakan waktuku untuk menunggumu, cintaku yang palsu.
Ruang lingkup kita sungguh sempit. Hanya selebar
monitor handphone atau jika beruntung, hanya selebar monitor laptop. Sangat
terbatas. Dunia kita tak seluas cakrawala, apalagi semesta.
Namun, walau dunia kita sempit, walau kebersamaan kita dibatasi oleh paket pulsa
dan jaringan internet. Walau cerita kita mungkin hanya bisa sampai pesan
singkat berupa sms. Aku sangat bersyukur karena setidaknya aku pernah bahagia.
Meski terkadang merasa sakit pula.
Aku tahu kita hidup di dunia palsu. Aku tahu
mungkin saja di duniamu sudah ada seseorang yang memilikimu. Yang bisa bergelayut manja dan kamu akan membalasnya dengan tatapan mesra. Tapi apa aku tak boleh merasakan ini? Aku tahu aku salah. Karena itu
maafkan aku, sayang.
Biarlah air mata yang menetes sepanjang malam
ketika aku mengingatmu mengalir begitu saja. Entah akan sampai atau tidak.
Biarlah namamu yang kurapalkan dalam doa sesudah menunaikan kewajibanku, saat
aku bangun ataupun saat aku hendak bertamasya ke negeri mimpi menguap begitu
saja. Biarlah cinta palsuku ini berjalan apa adanya. Entah
akan dibawa kemana. Biarlah waktu yang menjawab semuanya. Apa
kita akan benar benar bersatu di dunia nyata atau hanya bisa berangan di dunia
maya yang semu.
Dari
seseorang
yang
mencintaimu
meski
hanya
dalam
dunia semu :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar