Jumat, 31 Mei 2013

yang Kamu Tahu, yang Tak Kutahu



Kamu seperti apa? Bagaimana sifatmu, perilakumu, bahkan perasaanmu, hingga kini aku belum memahaminya.

Kamu begitu berbeda. Sejak awal aku sudah tahu itu, tapi entah mengapa aku berusaha menepis pikiran pikiran liar itu. Aku sengaja menghindarimu. Kamu tentu tahu itu. Bukan karena tak cinta tapi karena aku belum mengerti seperti apa cinta itu. Apakah perasaan gelisah saat kamu tak menyapaku lewat pesan singkat seperti yang biasa kamu lakukan dulu setiap malam adalah cinta? Apakah desir desir rindu yang kurasakan saat kamu tak mengirim kabar adalah cinta? Apakah nyeri yang kurasakan di sekitar ulu hatiku saat kamu mulai menjauh adalah cinta? Apakah senyum getir yang kuperlihatkan di depan temanku usai melihatmu bersamanya adalah cinta? Apakah namamu yang kurapalkan dalam doa yang sarat akan kepasrahan adalah salah satu bentuk cinta? Aku tak tahu, atau mungkin tak ingin tahu. Entahlah. Aku tak bisa memahami perasaanku, apalagi perasaanmu.

Hampir setiap hari kusempatkan waktu untuk mendoakanmu di sela sela teriknya siang dan dinginnya malam. Jangan tanya mengapa. Aku tak pernah tahu itu. Aku tak memiliki cukup alasan untuk mengatakannya. Aku tak memiliki cukup keberanian untuk mengakuinya. Sejujurnya aku tak membutuhkan alasan untuk mendoakanmu seperti aku tak membutuhkan alasan untuk mencintaimu.


Kini kamu tahu bagaimana perasaanku. Lalu bagaimana dengan kamu? Apakah kamu juga merasakan yang sama denganku? Aku tak pernah mengetahuinya. Kamu begitu misterius. Kamu pergi sebelum kamu sempat mengucap kata cinta. Kamu menjauh sebelum sempat membuat ikatan di antara kita. Kamu menghilang sebelum kamu sempat jujur tentang perasaanmu, tentang kita.

Sudah berapa lama ya? Sebulan? Setahun? Entalah, aku tak pernah menghitungnya. Bagiku waktu yang kita habiskan untuk saling mengenal dulu lebih penting. Tapi apalah artinya itu bagimu. Kamu mungkin sudah lupa, atau malah sengaja melupakan? Kamu terlalu sibuk mengecap manisnya cinta dengan yang lain. Sedang aku terlalu sibuk menata hatiku dari serangkaian patah hati dan kecewa atas kamu dan dia. Sudahlah aku tak mau membahasnya. Terlalu menyakitkan. Aku tak sanggup jika harus menangis lagi. Aku tak sanggup jika harus mengulang itu semua. Biarlah seperti ini. Kamu tak tahu yang sebenarnya, begitu juga aku. Tak usah lagi kita pikirkan. Ah, apa yang kukatakan tadi? Kita? Sepertinya aku salah. Maksudku tak usah lagi kupikirkan. Biar ini menjadi rahasia antara aku dan Tuhan, atau kamu dan Tuhan. Seperti yang mereka katakan ”untuk apa memikirkan perpisahan jika belum sempat meramu kebahagiaan bersama?”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar